Tantangan
paling berat membangun keluarga sakinah di tengah masyarakat modern adalah
dalam menghadapi penyakit manusia modern. Pada zaman Nabi, tantangan lebih
bersifat fisik, tetapi pada zaman modern, musuh justeru menyelusupke rumah tangga
melalui teknologi komunikasi & informasi. Anak-anak sejak kecil tanpa
disadari sudah dijejali dengan pemandangan dan pengalaman melalui teknologi
komunikasi & informasi, sehingga pendidikan
keluarga menjadi tidak efektif.
Menurut sebuah penelitian yang dikutip oleh DR. Zakiah Daradjat, perilaku
manusia itu 83 % dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11 % oleh apa yang didengar
dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran. Dalam perspektif ini maka
nasehat orang tua hanya memiliki tingkat efektifitas 11 %, dan hanya contoh
teladan orang tua saja yang memiliki tingkat efektifitas tinggi.Ada tiga lingkaran lingkungan yang membentuk karakter manusia, keluarga, sekolah dan masyarakat. Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan keluarga paling dominan pengaruhnya. Jika suatu rumah tangga berhasil membangun keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap. Jika tidak maka sekolah kurang efektif, dan lingkungan sosial akan sangat dominan dalam mewarnai keluarga. Pada masyarakat modern, pengaruh lingkungan sangat kuat, karena ia bukan saja berada di luar rumah, tetapi menyelusup ke dalam setiap rumah tangga, sehingga menimbulkan penyakit tersendiri, yakni penyakit manusia modern.
Penyakit manusia modern terutama adalah apa yang disebut Pisikolog Humanis Rolllo May sebagai Manusia dalam Keangkeng. Mereka tidak tahu apa yang diinginkan dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Mereka mengalami keterasingan dari lingkungan bahkan dari diri sendiri. Mereka juga dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Dalam hidupnya mereka berusaha keras melakukan apa yang seakan-akan mereka inginkan, padahal sebenarnya keinginan sosial. Mereka sibuk meladeni keinginan orang lain sampai lupa akan keinginan sendiri. Rumah, pakaian, kosmetik, kendaraan, model rambut dan gaya hidup lainnya disesuaikan dengan pesanan sosial. Karena sulit akhirnya dalam pergaulannya mereka harus menggunakan berbagai topeng sosial, topeng tertawa, topeng tangisan, topeng serius, topeng perjuangan dan seterusnya, dan saking seringnya memakai topeng sosial sampai lupa wajah sendiri.
Ternyata resep membangun keluarga sakinah tidak berubah. menurut al Qur’an diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah. Pertama, Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah. Kedua, Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
Ketiga, Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Keempat, Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.vKelima, Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.
Dalam zaman apapun, jika petunjuk Rasul tersebut diatas diikuti, maka pada keluarga itu akan terbangun benteng yang kokoh terhadap penyakit kerangkeng sosial itu dan menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Ada beberapa tingkatan kualitas keluarga. Pertama kualitas mutiara. Mutiara tetaplah mutiara meski terendam puluhan tahun di dalam lumpur. Keluarga yang berkualitas mutiara, meski hidup di zaman yang rusak atau tinggal di lingkungan sosial yang rusak, ia tetap terpelihara sebagai keluarga yang indah dengan pribadi-pribadi yang kuat. Keluarga ini memiliki mekanisme dan sistem dalam pergaulan sosial yang menjamin keutuhan kualitasnya meski di tengah masyarakat yang tak berkualitas.
Kedua, kualitas kayu. Kursi kayu akan tetap kuat dan indah jika berada dalam ruang yang terlindung, tetapi jika terkena panas dan hujan, lama kelamaan akan rusak. Model keluarga seperti ini sepertinya terpengaruh oleh lingkungan negatif masyarakatnya, tetapi sebenarnya yang terpengaruh hanya lahirnya saja, mungkin hanya mode pakaiannya, hanya kemasan lahirnya, sedangkan etosnya, semangatnya, komitmennya, keteguhannya tidak terlalu terusik oleh situasi sosial. Kerusakan lahir keluarga ini dapat segera diperbaiki dengan sedikit shock therapy, dengan sedikit pendisiplinan kembali, seperti kursi yang rusak karena kehujanan bisa diperbaiki dengan dipoliytur kembali.
Sementara itu, yang ketiga kualitas kertas, apalagi sekelas kertas tissue, ia segera akan hancur jika terendam air. Model keluarga seperti ini sangat rapuh terhadap dinamika sosial. Mereka mudah mengikuti trend zaman dengan segala macam assesorisnya sehingga identitas asli keluarga itu hampir tidak lagi nampak. Segala macam trend masyarakat diikuti dengan semangat, tanpa mempertimbangkan esensinya. Di butuhkan laminating sosial untuk melindungi keluarga seperti ini dari pengaruh buruk masyarakatnya. Laminating sosial bisa berbentuk pakaian, yaitu mengenakan pakaian yang dikenali sebagai pakaian orang baik-baik, misalnya busana muslimah, bisa juga menjadi anggota dari club atau kumpulan orang-orang yang dikenali sebagai kumpulan orang-orang baik, misalnya menjadi anggota majlis pengajian atau orhganisasi yang dikenal melakukan aktifitas keagamaan berstruktur, atau tinggal di dalam lingkungan yang ketat sistem pemeliharaan identitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar