JANGAN SALAH MENDIDIK
ANAK (Bag.1)
Lembaga pendidikan hanya sebuah
sarana dan sekolah hanya sekadar tempat singgah anak untuk menjalani persiapan
menuju jenjang pendidikan berikutnya. Namun, sangat disayangkan sebagian
lembaga pendidikan ternyata lebih banyak mewarnai perilaku dan tabiat keduniaan
saja. Padahal sukses dunia-akhirat adalah
pertimbangan utama.
pertimbangan utama.
Banyak orang awam dan berkantong tebal salah dalam memilih lembaga
pendidikan. Alih-alih mempertimbangkan kebersihan akidah dan keluhuran akhlak
bagi anak-anaknya, mereka hanya berorientasi pada keberhasilan di dunia.
Alhasil, mereka hanya memilih sekolah favorit yang ternama dan bergengsi
walaupun harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Sekolah mahal hanya dipakai
sebagai alat untuk menunjukkan bahwa orangtua mampu menyekolahkan anak di
sekolah pilihan orang kaya. Bila sudah begini, janganlah terlalu berharap
memiliki anak shalih / shalihah.
Berikut beberapa contoh kurang tepatnya orang tua dalam memberikan
pendidikan untuk anak-anaknya:
1.
Salah Niat
Seringkali orangtua menyekolahkan anak karena malu pada tetangga bila
anaknya bodoh atau kalah kecerdasannya, atau khawatir kelak anaknya tidak
mendapat pekerjaaan yang layak. Atau, si orangtua hanya ingin agar anaknya
nanti menjadi pengawai negeri dan pejabat tinggi yang banyak harta dan hidup
mapan. Padahal, orangtua haruslah berangkat dari niat menjalankan perintah
Allah, yaitu memenuhi kewajiban hamba sebagai orangtua yang memang dituntut
untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi hamba Allah SWT yang bertakwa dan
shalih, yang menjadi simpanan abadi di akhirat kelak dalam firman-Nya yang
berarti.
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan
penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik ...” (QS.Ali
Imron:37).
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
(QS. Ibrahim :40)
Sayangnya, saat ini justru sekolah yang melulu berorientasi pada
keberhasilan dunialah yang menjadi prioritas bagi kebanyakan orang. Mereka tak
memperhatikan apakah terjadi ikhtilat atau tidak. Sehingga kemaksiatan mudah
tercipta di sekolah tersebut, karena landasan agama kurang diperhatikan,
sementara dunia menjadi tujuan. Lihatlah, di sekolah-sekolah yang ikhtilat, banyak
terjadi kasus zina melalui budaya pacaran, pergaulan bebas, dan asmara buta
sehingga kekejian merebak dan perzinaan merajalela.
2.
Kurang Tepat Memilih Sekolahan
Bisa jadi orangtua sudah benar dalam niat, tapi karena ilmu agamanya yang
minim, ia salah mencarikan lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Misalnya, ia
ingin anaknya paham ilmu agama, maka ia main masukkan saja anaknya ke sekolah
agama seperti madrasah atau pesantren yang mana akidah adan akhlak para santri
benar-benar terkontrol. Harus diakui, saat ini masih ada sekolah islam yang
disitu kurang mengedepankan sisi akidah dan akhlak para santrinya. Alhasil,
pemahaman dan efek buruklah yang diterima sang anak. Kelak ia pun secara
sistematis akan tumbuh menjadi generasi dengan pemahaman dan pengamalan yang menyimpang
dari akidah dan akhlak uswah kita Rasulullah SAW.
3.
Kurang tepat memberikan Teladan
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, keteladan memiliki pengaruh kuat
dalam proses pendidikan anak. Perilaku orangtua maupun guru berdampak kuat bagi
pembentukan kematangan pribadi sang anak. Teladan yang salah akan membuat anak
terdidik di atas kebiasaan buruk dan perilaku negatif. Karena itu, orangtua
harus memberikan contoh kepada putra-putrinya dan memilih pendidik yang
menjunjung tinggi nilai-nilai akidah dan moral, serta memiliki kelebihan ilmu
dan amal dibanding murid-muridnya.
4.
Salah Metode Pendidikan
Bisa saja pelajaran yang diberikan kepada sang anak sudah baik, tapi cara
penyampaiannya yang kurang tepat, sehingga tujuan dan target pendidikan tidak
tercapai, atau anak didik menjadi gagal. Mendisiplinkan anak-anak dengan sanksi
kekerasan fisik, misalnya, hanya membentuk anak berwatak keras. Sebaliknya,
memberi toleransi yang berlebihan akan membuat anak semakin manja. Anak yang
selalu dipenuhi permintaan materinya akan tumbuh menjadi anak yang cinta dunia,
sementara anak yang biasa diabaikan permintaannya, secara tidak langsung anak
juga akan mengabaikan nasehat-nasehat yang diberikan kepadanya. Baik Dirumah
maupun disekolah hendaknya perlu kita memperhatikan metode pembelajaran bagi
anak-anak kita. Memberikan sanksi yang tepat kepada si anak yang melakukan
kesalahan perlu diterapkan, tujuanya untuk memberikan pelajaran bagi anak kita
agar selalu ingat dengan kesalahanya dan jika sudah begitu anak tidak akan
mengulangi kesalahanya.Memberikan sanksi yang kurang tepat kepada anak juga
bisa berakibat fatal, anak menjadi berwatak keras sehingga efeknya dia juga
akan keras dan tidak bijaksana dalam memperlakukan orang lain. Kebanyakan
disekolah anak hanya dikekang dengan hafalan, tapi kurang diajak memahami suatu
permasalahan dan kita hanya bisa memberikan masukan kepada pihak sekolah agar
lebih profesional dan bijaksana dalam mendidik siswa-siswinya oleh karena itu,
kita sebagai orang tua harus ada kontrol lebih terhadap anak agar perilaku anak
tetap bisa dipantau.
5.
Motivasi yang Kurang Tepat
Kesalahan orangtua atau guru dalam memberi motivasi kepada anak didiknya
bisa memberi dampak yang kurang baik. Contoh, mendorong anak berprestasi dengan
hadiah yang menggiurkan, atau memotivasi anak berprestasi agar tidak tersaingi
oleh teman-temannya, atau memotivasi anak agar bangga dengan prestasi yang
telah dicapainya. Motivasi yang demikian itu akan merusak watak dan pribadi
anak, karena anak terdorong bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu bukan karena
Allah, melainkan karena ingin berprestasi dan mendapat hadiah yang menggiurkan.
Parahnya lagi, hanya untuk mengejar hadiah yang dijanjikan, si anak bisa
saja menghalalkan segala cara, dengan mencontek atau berbuat curang lainnya,
yang penting hadiah didapat. Alhasil, bila dia tidak bisa berprestasi, maka dia
akan menjadi orang yang frustasi dan malas belajar, sedangkan pada anak yang
didorong agar tidak tersaingi oleh teman-temannya akan timbul sifat angkuh,
sombong dan egois. Dan anak yang dimotivasi agar bangga dengan prestasi yang
dicapainya, tumbuh menjadi anak yang tidak pandai bersyukur kepada Allah; ia
hanya bersemangat menuntut ilmu, tapi kehilangan kendali bila gagal. Akan
tetapi contoh diatas bisa menjadi motivasi yang positif ketika kita disamping
memberikan motivasi seperti tersebut diatas kita juga meluruskan niat si anak
tentang niatan dalam menutut ilmu, bagaimana ilmu itu tidak hanya bermanfaat
didunia saja melainkan ilmu itu juga dapat menyelamatkan hidupnya kelak di
akherat.
6.
Membatasi Kreativitas Anak
Ada sebagian orangtua yang membatasi, memaksa dan selalu menentukan
kreativitas anak. Ini akan mengekang bakat anak, membuat anak kurang percaya diri,
tidak pandai bergaul, dan cenderung memisahkan diri dari teman-temannya.
Seharusnya orangtua mengarahkan, membimbing, mendorong dan memberi fasilitas
agar anak mengembangkan kreativitasnya sepanjang kreativitas itu tidak
melanggar syariat, tidak merugikan dan mengganggu orang lain, dan bermanfaat
untuk diri orang lain maupun agamanya. Anak yang merasa didukung kreativitasnya
akan tumbuh dengan kepala yang penuh ide cemerlang dan menjadi orang yang
bertanggung jawab, sekaligus menjadi anak yang taat kepada Allah, Rosul serta
orang-tuanya.
7.
Membatasi Pergaulan
Kadang, karena tidak ingin anak terpengaruh oleh perilaku buruk teman-temannya,
orangtua bertindak sangat protektif terhadap anaknya. Bahkan, anak tak boleh
“nimbrung” jika orang tuanya sedang menerima tamu. Atau, anak hanya
diperbolehkan bergaul dengan teman-teman tertentu yang belum tentu shalih, tapi
justru dilarang mendekati temannya yang shalih dan rajin beribadah.
Sikap orangtua seperti di atas membuat anak menjadi pemalu dan tidak pandai
bergaul, atau akan membuat anak mudah merendahkan orang lain yang dianggap
tidak selevel dengannya. Orangtua bijaksana akan mengawasi pergaulan
anak-anaknya, tanpa terlalu membatasi tapi juga tidak membiarkan anak bergaul
bebas. Orangtua harus selalu mengingatkan dan memantau agar anak bergaul dengan
orang-orang shalih, yang paham As-Sunnah, rajin beribadah dan berakhlak mulia
serta teman-teman yang bisa memotivasinya menjadi orang yang bermanfaat untuk
diri, agama, orang tua dan orang di sekitarnya.
8. Tidak Disiplin dan Kurang
Tertib
bersambung..... nantikan
kelanjutanya ...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar